GREENRIVERNETWORK — Penerimaan pajak hingga Februari, yang baru mencapai Rp 187,8 triliun, atau 8,6% dari target, menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Angka tersebut turun 30,19% dibandingkan dengan realisasi tahunan pajak Februari 2024, yang mencapai Rp 269,02 triliun. Sementara itu, penerimaan pajak yang ditargetkan pemerintah pada tahun 2025 dapat mencapai Rp 2.189,3 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam konferensi pers APBN KiTA Edisi Maret 2025 di kantornya di Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025), “Penerimaan pajak Rp 187,8 triliun atau 8,6% dari target (Rp 2.189,3 triliun).”
Penerimaan pajak pada Januari 2025 juga turun 41,86%. Mereka hanya mengumpulkan Rp 88,89 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang berjumlah Rp 152,89 triliun.
Hal itu terungkap dalam dokumen APBN KiTa edisi Februari 2025, yang berisi laporan kinerja APBN per Januari 2025. Dokumen itu sempat dirilis Kementerian Keuangan di website resmi, namun kemudian dihapus.
Penyebab Anjlok
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu menjelaskan dua faktor penyebab penerimaan pajak turun. Pertama, karena adanya penurunan harga komoditas andalan dari ekspor Indonesia.
“Faktor pertama itu adalah penurunan dari harga komoditas utama antara lain batubara year on year (turun) 11,8%, brent minyak turun 5,2% dan nikel turun 5,9%,” beber Anggito, dalam kesempatan yang sama.
Kedua, faktor manajemen. Ini disebabkan oleh kebijakan baru, seperti penerapan Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk PPh 21 dan relaksasi pembayaran PPN dalam negeri selama 10 hari. Dengan demikian, PPN dapat dibayarkan hingga 10 Maret 2025.
“Jadi ini adalah dampak relaksasi yang harusnya menjadi bagian dari perhitungan Februari, namun karena relaksasi jadi kami sudah memantau,” imbuhnya.
Meski demikian, menurutnya penurunan penerimaan pajak dalam dua bulan awal 2025 ini adalah hal yang normal. Kondisi serupa disebut juga terjadi dalam empat tahun terakhir, di mana tren awal tahun lebih rendah dibandingkan akhir tahun.
Anggito menyatakan bahwa penerimaan pajak memiliki tren bulanan yang spesifik. Jadi, kalau kita lihat dalam empat tahun terakhir mulai dari 2022, 2023, sampai 2024, polanya sama, dengan kenaikan yang cukup tinggi di bulan Desember karena ada Nataru di akhir tahun dan penurunan di bulan Januari dan Februari. Pola ini sama setiap tahun, jadi tidak ada hal yang aneh, jadi itu normal saja.
Terlepas dari itu, Anggito memperkirakan bahwa tren penerimaan pajak ke depan akan lebih baik. Hal ini melihat berbagai aktivitas ekonomi yang mulai bergeliat.
“Kira-kira ke depannya seperti apa? Kita coba bandingkan dengan PMI, kita juga coba bandingkan dengan data konsumsi listrik untuk industri dan bisnis, itu ada kenaikan di Februari. Jadi kita berharap dan kita melihat kondisi penerimaan khususnya PPh 25 akan membaik,” jelasnya.
SUMBER FINANCE DETIK.COM : Setoran Pajak Anjlok di Awal Tahun, Kemenkeu Ungkap Penyebabnya