GREENRIVERNETWORK — Karena luasnya wilayah Indonesia, sarana dan prasarana dibangun secara tidak merata.
Salah satunya adalah akses internet, yang menjadi masalah besar bagi sektor pendidikan dan kesehatan di Indonesia.
Saat ini, tercatat bahwa hampir 86 persen sekolah di Indonesia belum memiliki akses broadband tetap, dan 75 persen puskesmas masih kekurangan koneksi.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan, dikutip dari laman Paudpedia Kemdikbud, Jumat (21/3/2025), “Oleh karena itu, strategi inovatif dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi harus diterapkan untuk memastikan investasi yang lebih efisien dan inklusif.”
digitalisasi terus didorong
Meutya menyatakan bahwa sektor pemerintah, ekonomi, dan SDM digital memiliki tanggung jawab utama untuk mengakselerasi digitalisasi.
Dia juga menyatakan bahwa, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, investasi terus diperlukan dalam bidang digitalisasi, pendidikan, sains, dan teknologi.
Meutya mengusulkan model Multi-Operator Core Network (MOCN), yang telah berhasil diterapkan di Malaysia, untuk mempercepat adopsi 5G.
Menurutnya, model ini memungkinkan operator berbagi infrastruktur, yang memungkinkan ekspansi jaringan lebih cepat dan mengurangi biaya investasi.
Dikenal bahwa Malaysia, yang meluncurkan 5G bersama Indonesia pada 2021, kini mencapai cakupan 80%.
Namun, Indonesia masih jauh dari jaringan 5G, jadi Komdigi menargetkan kecepatan broadband mobile 100 Mbps pada 2029, sesuai dengan RPJMN 2025–2029.
Program prioritas wajib belajar 13 tahun
Menurut Ojat Darojat, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), program Super Prioritas Wajib Belajar 13 Tahun akan dimulai pada tahun 2025.
Dalam Rapat Koordinasi Perencanaan Implementasi Program Prioritas Wajib Belajar 13 Tahun secara hybrid di Jakarta, yang dihadiri oleh perwakilan dari GTK Paud Kemendasmen, Kemenag, Bappenas, dan Kemendagri, Ojat Darojat menyampaikan hal ini.
Ojat Darojat mengatakan bahwa untuk mempercepat pelaksanaan Wajib Belajar selama 13 tahun, perencanaan sumber daya manusia, sarana prasarana, akses ke layanan, data, dan informasi, regulasi dan kerangka hukum, serta tata kelola K/L harus direncanakan dengan baik dan diperlukan.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menetapkan Kebijakan Wajib Belajar 13 Tahun sebagai program prioritas nasional, dan ini juga dimasukkan ke dalam RPJMN 2025–2029.
Mengatasi angka Anak Tidak Sekolah (ATS) nasional yang masih tinggi sebesar 4,3 juta anak, fokus utama adalah satu tahun prasekolah dan dua belas pendidikan dasar-menengah.
Selain itu, saat ini tidak ada 27.650 satuan pendidikan yang terdata di seluruh jenjang PAUD Pendidikan Dasar dan Menengah yang memiliki akses internet.
PAUD penting sebagai pendidikan dasar
Sebanyak 3.323 satuan pendidikan tidak memiliki jaringan listrik; 302 kecamatan tidak memiliki SMP atau MT; 727 kecamatan tidak memiliki SMA, SMK, atau MA; dan lebih dari 18 ribu desa tidak memiliki program pendidikan anak usia dini (PAUD).
Deputi Ojat Darojat menyatakan, “Melalui wajar 13 tahun ini, strategi intervensi kebijakan dapat dilakukan secara kolaborasi antar Pusat dan Daerah. Kemenko PMK akan terus mendorong agar regulasi dan kerangka hukum Inpres wajar 13 tahun segera diterbitkan sebagai turunan dari Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025.”
Program Wajib Belajar 13 Tahun memperhatikan pendidikan anak usia dini (PAUD) atau sekolah dasar.
Ia mengingatkan bahwa PAUD adalah dasar pendidikan di Indonesia, dan mengingatkan bahwa angka partisipasi kasar PAUD saat ini masih rendah, yaitu 36%, dan akan meningkat menjadi 32% pada tahun 2024 dan ditargetkan 39% pada tahun 2029.
Ojat menyatakan bahwa PAUD menjadi penting sebagai pendidikan dasar yang menunjang keberhasilan pendidikan selanjutnya. Selain itu, kurikulum pedagodi untuk penguatan guru dan tenaga pendidik berkualitas diperlukan untuk kualitas pendidikan dan kelulusan siswa.
SUMBER KOMPAS.COM : Ribuan Sekolah di Indonesia Belum Punya Akses Internet dan Jaringan Listrik